INI TIPS PALING SIMPLE AGAR ANAK “DISIPLIN”
“Bisakah hipnoterapi untuk anak ku jadi disiplin? bantuin kasih solusi dong bro!” demikian permintaan terdengar dari seorang teman.
“Maksudnya?” saya menggali.
“Iya, kamu kan hipnoterapis, lebih paham gimana caranya melakukan perubahan dan membentuk perilaku?” kalo perlu terapi deh Anakku!” timpalnya
“Bentar – bentar, Anakmu usia berapa dan kok sampai perlu diterapi masalahnya apa?” tanya saya lagi.
“Anakku menjelang 7 tahun, dia itu sulit banget suruh disiplin.” Keluhnya
“Contohnya? Lebih dalam saya menggali.
“ SETIAP pulang sekolah dia lepas sepatu, baju taruh gitu saja dikursi langsung tinggal ambil Hp main game. Capek aku ngerapiin.”
“Trus kalo pipis di kamar mandi SELALU dia pipisnya di lantai kamar mandi bukannya di lobang toilet. Capekkan bersihin dan nyikat lantai supaya gak bau” Keluhnya.
“Loh itu anak mu sudah disiplin tinggi” response saya pada keluhannya.
“Maksudnya?” Ganti ia bertanya.
Sembari tertawa ngakak saya teringat bahwa saya pun pernah mengalami hal yang sama.
Untuk mudahnya, perkenan saya artikan DISIPLIN sebagai kebiasaan. Sebagaimana kebiasaan, ada baik ada buruk. Melakukan hal yang konsisten, ditempat yang konsisten disituasi konsisten itu “DISIPLIN”. Suatu perilaku konsisten yang terbentuk dari tindakan biasa atau pembiasaan.
Kebiasaan dianggap baik jika memberi manfaat bagi pribadi dan lingkungan dan sesuai dengan nilai-nilai moral yang disepakati. Buruk, jika merugikan dan tidak sesuai dengan nilai – nilai yang disepakati. Namun bisa jadi meski buruk disukai oleh pelakunya karena mempermudahnya, dan tidak ada konsekuensi apapun dari perilaku buruk yang
Sebagaimana anak-anak saya, Mahita dan Nalina, sangat disiplin dalam bangun pagi. Selalu bangun jam 06.45 setiap hari sementara sekolah masuk jam 07.25. Kebiasaan bangun siang ini terbentuk sejak kecil, sebagai bagian konsekuensi saya kerja jauh diluar kota. Sementara si mami karena sibuk dan rasa “sayang” pada anak – anak, plus alasan bahwa ia harus menyelesaikan beberapa hal terlebih dahulu di pagi hari, Ia biarkan anak-anak bangun siang. Pembiasaan ini tentu sangat menyenangkan bagi Anak – Anak. Mereka tinggal bangun, mandi cepat sarapan cepat tanpa harus membantu bebersih kamar tidur. Langsung berangkat sekolah. 😊
MEMAKNAI DISIPLIN.
Disiplin berasal dari bahasa latin “Discipulus” yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan.
Kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran (hukum) atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.
Sebuah kamus Bahasa Inggris (by google) mendefinisikan sebagai “praktik berlatih mematuhi aturan atau kode perilaku, menggunakan hukuman untuk memperbaiki ketidaktaatan”; sementara the Cambridge dictionary mendefinisikan Disiplin sebagai “Latihan yang membuat orang bersedia untuk taat atau lebih mampu mengendalikan diri mereka sendiri, seringkali dalam bentuk aturan, dan hukuman jika ini dilanggar, atau perilaku yang dihasilkan oleh pelatihan ini. Ini adalah kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri atau orang lain, bahkan dalam situasi sulit.”
Karena saya tidak suka dengan terminologi Disiplin yang sering dikaitkan dengan hukuman. Bagi saya pribadi ini terkesan bermuatan negatif. Saya lebih suka memakai istilah “konsekuensi” dari pada “Hukuman”. Disiplin, semoga Anda sepakat, saya lebih memaknainya sebagai perasaan sukacita (baca kesadaran) untuk taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya. Sementara Pendisiplinan adalah upaya untuk menanamkan nilai yang membangun kemampuan untuk menaati sebuah peraturan dengan kesadaran Penuh. Sadar atas tujuan dan manfaat juga konsekuensi jika tidak dilakukan dengan Baik.
Sebuah proses yang bisa jadi mudah namun seringkali sulit, apalagi karena harus dimulai dari diri sendiri.
Berpegang pada hukum panen; “Tanam pikiran petik tindakan. Tanam tindakan petik kebiasaan. Tanam Kebiasaan petik perilaku. Tanam perilaku pada sebuah titik petik nasib mu”
Berikut adalah tips paling simple membangun disiplin Anak:
- Tanam pikiran
Tanamkan disiplin dengan pemahaman yang benar dan tepat. Orang tua dan anak perlu membangun kesamaan pemahaman tentang disiplin. Edukasi perlu dilakukan dengan tepat untuk membangun saling paham apa tujuan dan pentingnya menjadi pribadi yang disiplin. Berikan gambaran yang dapat membangun sebuah pemahaman bahwa disiplin adalah prioritas urgent yang dibutuhkan untuk dilatih mulai dari sejak dini, sebagai bekal perjalanan bertumbuh dan berhasil dalam pencapaian hidup.
Disiplin dilakukan bukan untuk terhindar dari hukuman namun sebagai standar moralitas. Disiplin adalah sebuah pilihan atas komitmen loyalitas dan integritas pada etika moral. Orang yang disiplin, ada atau tidak ada yang mengawasi, memilih melakukan dengan baik suatu hal dengan suka cita sesuai dengan minimum standar yang telah dipahaminya. Sebagaimana ketika berlalu lintas, pengendara yang disiplin akan selalu mengenakan atribut-atribut minimum untuk keselamatan dan berkendara yang aman dan nyaman.
2. Jadikan kebiasaan dengan muatan “EMOSI” positif yang benar
Berdasarkan temuan para hipnoterapis klinis AWGI dari lebih dari 100.000 sesi terapi mengatasi beragam masalah klien. Ditemukan satu pola konsisten. Inti masalah perilaku maladaptive ada pada “emosi”. Emosi lah yang menjadi bahan bakar perilaku seseorang. Disiplin menjadi sulit ditanamkan karena konotasi negatif, sebuah paksaan, tidak nyaman dan mengancam jika tidak dilakukan.
Selayaknya pembiasaan Fokus pada “keselamatan”, “feeling good”, “feeling cool”, “merasa berharga dan istimewa” atau “standar moralitas” yang akan membawa pada nilai diri dan capaian prestasi.
Tahukan apa yang biasa orang tua katakan pada anak saat ia usia Balita, saat ia bertanya “kenapa ia harus memakai helm”? Jika itu Anda, Apakah jawaban Anda? “Supaya tidak ditilang polisi? atau alasan keselamatan? dan agar terlihat cool gantheng/ cantik/ menawan?
Seringkali pembenaran dipakai saat berkendara ke warung yang hanya 100 atau 200 meter. Tidak memakai helm dengan alasan “nggak papa kan dekat”, ‘Nggak ada polisi”
Ehm sebentar, jangan – jangan mereka tidak diperkenalkan dengan kebiasaan memakai helm sejak dini?
Tentunya kita sepakat bahwa dalam pola pembangunan disiplin, melakukan pembiasaan berperilaku baik sejak dini adalah lebih baik. Dan yang lebih penting dibutuhkan penanaman pemaknaan positif atau “feel good” secara tepat.
3. Bentuk lingkungan yang mendukung
a. Mulai dari diri “Saya” sebagai orang tua.
Dalam pembentukan disiplin Anak-anak adalah acuan moral saya. Mereka sering bersama saya, berkendaraan, Antri belanja, bahkan seringkali kemana saya pergi di sana ada mereka. Apa dan bagaimana saya bertindak tentu menjadi contoh bagi mereka.
Bahkan cara saya berbicara, bersikap kepada orang lain, cara saya marah ketika kecewa. Mereka menyaksikan, merekam dan meniru. Maka syarat utama membangun disiplin anak ya dimulai dari diri Saya. Anda juga. Stop meminta apalagi memaksa anak disiplin jika orang tua belum dapat melakukannya. Alih – alih memaksa, sebaiknya lengkapi mereka alat atau fasilitas yang membuat mereka nyaman untuk belajar melakukan perilaku disiplin.
B. Bangun pengalaman dengan muatan “emosi” positif saat anak berperilaku Disiplin (positif).
Biasakan berikan reward minimal pujian atau pelukan hangat atau jika perlu hadiah kecil sebagai pengakuan atas perilaku menjalankan disiplin yang baik.
Sesekali juga anak perlu dikenalkan “pengingat” jika mereka melanggar “moralitas” Disiplin. Terapkan sebagai konsekuensi dan bukan semata – mata sebuah hukuman. Sehingga mereka menerima “konsekuensi” dengan penuh kesadaran. Karena siapapun tidak suka dihukum.
Ya saya memaknai disiplin sebagai perilaku hasil dari kebiasaan atau pembiasaan dengan bahan bakar emosi positif yang tepat. Ketidakdisiplinan adalah hasil tindakan kebiasaan dengan bahan bakar emoasi positif yang tidak tepat; contohnya “SUKA menunda”, “SUKA terlambat”, “SUKA pusing”. Didalam disiplin yang baik Ada suka cita, kesadaran akan perlunya komitment moral, loyalitas, Integritas dan konsitensi. Dan itu semua yang kita sebut sebagai “passion” – “Doing with Love” sebuah kunci dari keberhasilan Anak – Anak dimasa depan. Disiplin adalah jembatan antara Cita-cita dan prestasi.
Bisakah Hipnoterapi membantu untuk mendukung pembentukan Disiplin pada Anak (dibawah 8 tahun)?
Jawaban saya konsisten “Orang Tua adalah Hipnoterapis terbaik bagi anaknya”
Orang tua adalah juru install program komputer pikiran terbaik bagi Anak – anaknya. Meski mungkin tidak tepat pengibaratannya, Ibarat anak adalah komputer, jika ada masalah perilaku maladaptif pada komputer yang salah bukan komputernya, namun juru Installnya. Maka yang selayaknya diterapi adalah orang tuanya bukan anaknya.
Jika pun terpaksa dilakukan pada usia tersebut yang dapat kami lakukan sebagai hipnoterapi adalah melakukan edukasi pada anak, melepaskan emosi positif/negatif yang menjadi bahan bakar perilaku disiplin (negative), dan selanjutnya melakukan rekonstruksi program “disiplin”. Namun itu tidak cukup. Berikutnya orang tua sebagai figure otoritas, harus berperan aktif sebagai role model dan membangun lingkungan yang mendukung. Karena jika tidak akan hanya ibarat memasukkan anak ke jasa laundry, ia cepat atau lambat akan kembali sedemikian, kotor lagi”